Balikpapan (ANTARA News) - Merosotnya harga batubara hingga separuh harga, yaitu dari 130 dolar AS per ton menjadi hanya 60-70 dolar AS per ton sejak awal September 2012 ini adalah karena pasokan berlebihan ke pasar internasional.

"Memang oversupply, baik dari kita di Indonesia maupun dari negara-negara lain, selain juga sebagai dampak ikutan dari krisis ekonomi yang melanda Eropa," terang Herman Kasih, Deputi Ketua Kerjasama Antarlembaga Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) di Balikpapan, pagi Rabu (3/10)

Sehari sebelumnya Herman Kasih menjadi salah satu pembicara dalam CEO Forum, sebuah diskusi panel yang digelar di Hotel Novotel, Balikpapan.

Herman merinci, kelebihan di pasar itu diawali dari kelebihan stok batubara di China "yang juga sebenarnya hasil ekspor Indonesia. China mengurangi konsumsi batubara karena industri pembuatan barang jadi yang diproduksi dengan mesin-mesin elektrik" dimana listriknya dibangkitkan dengan pembakaran batubara--juga tengah lesu karena pasarnya di Eropa tengah lesu.

"China mengerem laju konsumsinya menjadi hanya 7 persen per tahun hingga 3 tahun ke depan, setelah sebelumnya 9 persen per tahun," papar Herman.

Selain itu, China juga mulai menambang sendiri batubara miliknya dengan kapasitas produksi 750 juta ton per tahun.

Selain China, Amerika Serikat juga mulai jadi pemain ekspor batubara. Setelah menemukan gas serpih (shell gas) yang murah, dimana biaya produksinya hanya dua sen dolar per kaki kubik, AS mengganti bahan bakar sejumlah pembangkit listrik dengan gas tersebut. Pemakaian gas itu membuat AS menghemat batubaranya 180 juta ton per tahun.

Ini juga mengakibatkan stok batubara Paman Sam yang sudah terlanjur dieksploitasi menjadi tidak terpakai.

"Karena itu, untung satu dolar saja per ton, Amerika sudah lepas batubaranya. Maka pasar kita di Jepang dan China sebagian direbut Amerika," kata Herman. Ekspor Amerika tersebut kini sudah mencapai 91 juta ton di bulan September lalu.

Kemudian, seperti juga China, karena krisis di Eropa, pasar yang juga menyerap banyak barang-barang India, industri manufaktur negeri Gandhi melambat.

Yang terakhir, disebutkan oleh Herman, pasokan batubara dunia berlebih karena sejumlah pemain baru masuk ke dalam bisnis ini. Pemain lama juga tak mau kalah. Dengan harga yang pernah mencapai 130 dolar per ton, banyak penambang batubara, terutama di Indonesia yakni Kalimantan Timur, menggenjot produksinya habis-habisan.

"Akhirnya ya seperti saat ini, suplai melimpah ruah, permintaan turun, dan harga pun anjlok," demikian Herman Kasih. (NVA)