Minggu, 18 Desember 2011

ANALISA STRIPPING RATIO

Menganalisa Stripping Ratio ,terdiri dari beberapa faktor yaitu :


A.Faktor Volume
Volume factor merupakan tahap awal dalam penentuan stripping ratio. Penampang litologi
pemboran menunjukkan formasi litologi yang ditembus dan ketebalan masing-masing
formasi litologi. Dari informasi tersebut, dilakukan identifikasi ketebalan tanah penutup dan
batubara. 

Untuk batubara dengan sistem perlapisan multiseam, dilakukan penjumlahan total
ketebalan untuk seluruh seam. Prosedur ini berlaku untuk seluruh lubang bor. Perbedaan
ketebalan dari tanah penutup dan batubara berpengaruh terhadap elevasi batas atas dan batas
bawah keduanya. Dalam kasus ini batasan antara batubara dan batubara diasumsikan jelas.

Perhitungan luas daerah tergantung dari metode perhitungan cadangan yang digunakan.
Setelah luas daerah diketahui, lalu dilakukan kalkulasi antara ketebalan rata-rata batubara
maupun tanah penutup pada daerah tersebut dengan luasan daerah, dan diperoleh volume
tanah penutup dan batubara pada daerah tersebut. Perhitungan volume dinyatakan dengan
persamaan berikut :
Volume = Average Thickness * Areas

B. Faktor Tonase
Pada industri pertambangan, penjualan bahan galian dan kapasitas produksi dilakukan atas
dasar berat dari bahan galian tersebut. Hal ini berlawanan dengan industri perancangan sipil
dimana pembayaran dilakukan atas dasar volume material yang dipindahkan. Konversi dari
volume ke berat harus dilakukan dalam kaitannya dengan kegiatan pemuatan, pengangkutan
maupun untuk kegiatan pengolahan.

Dalam perhitungan cadangan, tanah penutup yang akan dikupas maupun batubara yang akan
ditambang dihitung dalam satuan berat (tonase). Konversi satuan volume ke satuan berat
dilakukan dengan bantuan suatu faktor tonase. Faktor tonase yang dimaksud adalah density.
Besar nilai density untuk setiap material berbeda-beda. Umumnya satuan yang digunakan
untuk density antara lain gram/cm^3, pound/feet^3 dan ton/meter^3.

Nilai density untuk tanah penutup (humus dan lempung) sebesar 2300 lb/yd^3 atau setara
dengan 1,365 ton/m^3 dan density batubara sebesar 1,3 ton/m^3. Berat/tonase tanah penutup
yang akan dikupas maupun batubara yang akan ditambang diperoleh dengan mengalikan
volume keduanya dengan density masing-masing. Perhitungan tonase dinyatakan pada
persamaan berikut :
Tonase = Volume * Density

C.Nisbah Pengupasan
Salah satu cara menguraikan effisiensi geometri dari operasi penambangan berdasarkan
nisbah pengupasan. Nisbah pengupasan (stripping ratio) menunjukkan perbandingan antara
volume/tonase tanah penutup dengan volume/tonase batubara pada areal yang akan
ditambang. Rumusan umum yang sering digunakan untuk menyatakan perbandingan ini
dapat dilihat pada persamaan berikut :
Stripping Ratio = Tanah Penutup (ton)/Batubara (ton)

Perbandingan antara tanah penutup dengan batubara juga dapat dinyatakan melalui
perbandingan volume, akan tetapi perbandingan ini hanya bisa diterapkan apabila density dari
kedua material sama.

D. Break Even Stripping Ratio (BESR)
Break Even Stripping Ratio adalah perbandingan antara biaya penggalian batubara dengan
biaya pengupasan tanah penutup (overburden) atau merupakan perbandingan biaya
penambangan bawah tanah dengan penambangan terbuka. Break Even Stripping Ratio ini
disebut juga overall stripping ratio, yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
BESR1 = A – B/C

Dimana :
A = Biaya penambangan bawah tanah per ton batubara
B = Biaya penambangan terbuka per ton batubara
C = Biaya pengupasan tanah penutup per ton

Untuk menganalisis kemungkinan metoda penambangan yang akan digunakan baik tambang
terbuka ataupun tambang bawah tanah, maka sangat penting mengetahui nilai BESR1. Dari
nilai BESR1 ini dapat diketahui berapa batasan endapan batubara terendah yang dapat
ditambang secara terbuka dan menguntungkan.

Setelah ditentukan bahwa akan digunakan metoda tambang terbuka, maka dalam rangka
pengembangan rencana penambangan digunakan BESR2 dengan rumusan sebagai berikut :
BESR 2= D-E/C

Dimana :
D = Nilai recovery per ton batubara
E = Biaya produksi per ton batubara
C = Biaya pengupasan tanah penutup per ton

BESR2 ini disebut sebagai economic stripping ratio yang artinya berapa besar keuntungan
yang dapat diperoleh bila endapan batubara tersebut ditambang secara tambang terbuka. Pada
dasarnya, jika terjadi kenaikan harga batubara di pasaran, maka akan dapat mengakibatkan
perluasan tambang sehingga cadangan akan bertambah, sebaliknya jika harga batubara turun,
maka jumlah cadangan akan berkurang.

Selasa, 06 Desember 2011

MENGENAL PELAKSANAAN DRAUGHT SURVEY :



Pada saat Loading Cargo Batubara , Kita mengenal istilah Draught Survey , Dimana tahap ini adalah tahap perhitungan Cargo yang berada diatas Barge ataupun diatas Vessel . Pelaksanaan Draught Survey terbagi dalam beberapa Tahap Penting Yaitu :

Tahap I :
Mempelajari dokument kapal yang dipakai dalam perhitungan draught survey dan mencari informasi kondisi kapal terkini.

Tahap II :
Pembacaan draught kapal di lambung kiri dan kanan bagian depan (forward), tengah (midship), belakang (after part)

Tahap III:
Melakukan pengukuran cairan-cairan yang ada diatas kapal (fresh water, Ballast water, Fuel oil, diesel oil, Lub. oil, Hydrolic oil, other.

Tahap IV :
Mengukur density air perairan dan ballast
Density bahan bakar berdasarkan informasi dari tanda pengisian terakhir

Tahap V :
Perhitungan draught survey
Buku-buku dokumentasi yang diperlukan dalam perhitungan (Bibliography book, atau hydrostatic table, sounding table/tank capacity curve)

Syarat Ideal pelaksanaan Draught survey :
* Kapal tidak kandas/dapat mengapung bebas
* Tali pengikat tidak terlalu kencang, kapal dapat bebas terapung
* kapal tidak miring lebih dari 2derajat
* tanda draught kapal dapat terbaca jelaz
* pipa sounding/level gauge dapat terbaca jelaz
* tinggi ombak tidak lebih 0,5 m
* trim kapal tidak melebihi batas koreksi trim dalam table tanki
* Table dalam kondisi up to date
* Alat ukur dalam kondisi baik dan terkalibrasi
* tidak ada pergerakan cairan dan alat bongkar pada saat survey


Pada waktu pelaksanaan draft survey hubungi Chief Officer agar selama operasi draft survey, kapal tidak mengerjakan :
               - pengisian atau pembuangan atau pemindahan dari tanki ke tanki air ballast.
               - pengisian atau pemindahan bahan bakar dari tanki ke tanki
               - memasukkan atau mengeluarkan (swinging) batang pemuat/kran.
               - dan lain-lain.

Koreksi-koreksi yang mesti diperhatikan dalam perhitungan :

# Draft Corrections


Draft marks (marka draft) pada lambung kapal seharusnya diterakan pada garis perpendi-kular, yaitu pada forward perpendicular, mid-perpendicular dan after perpendicular. Karena pada kenyataan dilapangan draft mark tidak terletak pada perpendiculars maka perlu dilakukan koreksi draft.
Koreksi untuk draft depan disebut stem correction, sedangkan koreksi untuk draft belakang disebut stern correction dan pada midship disebut Mid correction.

  
Rumus : stem corr = Trim obs x df Lbm
stern corr = Trim obs x da Lbm
mid corr = Trim obs x dm Lbm
Dimana :

Trim observe : selisih draft mean Forward dan draft mean after
df : Jarak antara draft mark forward/depan dengan perpendicular depan (FP)
da : Jarak antara draft mark after/belakang dengan perpendicular belakang(AP)
dm : Jarak antara draft mark tengah dengan midship
Lbm : Lbp - (df + da)


Trim and density correction

Perlu diketahui bahwa Hydrostatic Table dll.nya dibuat dengan kondisi :
1. kapal dalam keadaan rata-rata air (even keel) - kapal tidak mengalami trim.
2. kapal terapung di air dengan Berat Jenis = 1,025 (air laut).

Jika kapal mengalami trim dan terapung di air dengan berat jenis tidak sama dengan 1,025, maka displacement tersebut harus dikoreksi dengan :
- density correction
- trim corrections.

Displacement yang didapat dari tabel disebut scaled displacement, sedang displacement yang sudah dikoreksi dengan berat jenis disebut measured displacement dan yang telah juga dikoreksi dengan trim kapal disebut corrected displacement.

FTC = Trim x TPC x LCF x 100 first trim correction
LBP
STC = Trim^2 x (dm/dz) x 50 second trim correction
LBP
dimana :
trim = trim setelah dikoreksi pada draft correction
dm/dz = selisih MTC1+0,5 dan MTC2-0,5

Density correction = density obs - 1,025 x Displacement corr for trim
1,025
dimana :
density observe = density air laut yang telah diukur dengan hydrometer.
List correction/ koreksi kemiringan
Metric sistem LC = 6 (TPC1 - TPC2)m/t x (Dm1 - Dm2)mtr
Imperial sistem LC = 0.72 (TPI1 - TPI2) long/t x (Dm1 - Dm2)feet
dimana :
Dm1 : Draught tengah terbesar
Dm2 : Draught tengah terkecil
TPC1/TPI1 : adalah TPC/TPI pada draught tengah terbesar
TPC2/TPI2 : adalah TPC/TPI pada draught tengah terkecil





Pengambilan Sample air untuk mengukur density di sekitar kapal :
Dokumen kapal umumnya didasarkan pada berat jenis (density) air laut (= 1,025). Prakteknya kapal yang di survey terapung di air dengan density yang berbeda, misalnya density air tawar = 1,000. Karena itu air di sekitar tempat kapal terapung harus diambil samplenya (contoh) untuk mendapatkan densitynya.

Density (berat jenis) air di sekitar kapal dapat berbeda, karena :
- kedalaman yang berbeda
- tempat yang berbeda sepanjang kapal dari haluan ke buritan

Untuk menghindari pengambilan sample yang tidak benar :
- sample hanya efektif sebelum/sesudah pembacaan draft.
- sampling jangan dilakukan dekat saluran pembuang darat/kapal (cooling water/ballast water).
- sample diambil pada sisi laut, karena pada sisi darat density dapat berbeda karena adanya air yang tidak bergerak/stagnant, antara kapal dan daratan.
- segera setelah sample diambil density harus dihitung/dibaca.

Jumlah dan posisi pengambilan sample
- untuk kapal kecil : 2 samples, pada sisi laut dekat draft tengah, pada kedalaman 1/3 dan 2/3 dari draft tengah.
- untuk kapal besar : paling sedikit 3 samples, pada setiap posisi sampling, pada kedalaman 1/6, 1/2 dan 5/6 dari draft tengah.


Pengukuran density dengan Hydrometer



Deductibles weight
Adalah jumlah berat yang harus dikurangkan untuk mendapatkan jumlah berat kapal kosong atau berat muatan itu sendiri.
Deductible weights terdiri atas : - berat kapal kosong
- air ballast
- bahan bakar
- air tawar
- minyak lumas
- perlengkapan, stores
- konstan, dll.


Constant.
Constant atau konstan adalah sejumlah berat yang timbul karena ada perbedaan antara displacement dan berat semua barang yang ada di kapal termasuk berat kapal kosong.

Constant = displacement - deductible weights.

Jadi konstan adalah berat benda di kapal yang tidak dapat diperkirakan, seperti lumpur di dalam tanki, karat dan lain lain. Dan dapat juga kesalahan terhadap suatu penafsiran berat suatu benda di kapal, termasuk juga kesalahan penerapan draft marks (pengelasan/ pengecatan) tidak pada posisi yang tepat.
Berapa konstan dapat ditanyakan kepada Nakhoda atau Chief Officer, dan apakah ada konstan yang negatif ?


Negative constant

Ada beberapa sebab mengapa sebuah kapal mempunyai konsran negatif atau kecil sekali.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa alasan :
    1. dokumen yang ada di kapal sebenarnya adalah dokumen untuk kapal yang identik (sister ships).
 2. hydrostatic particulars tidak akurat.
    3. ada peralatan atau bagian kapal yang sudah dipindahkan/dibuang, misalnya tweendeck, crane atau lainnya – hal yang biasa dilakukan oleh kapal kecil untuk menambah daya muat.
 4. estimasi terlalu kecil terhadap draft kapal.
 5. estimasi terlalu tinggi terhadap deductible liquid, terutama air ballast.
 6. density tidak mewakili yang sebenarnya.

Jika didapatkan negative constant, periksalah lagi apa alasan atau penyebabnya, jika mungkin bandingkan dengan hasil survey yang terdahulu.
Jika tidak ada alasan atau penyebab yang dapat diterima, maka keadaan ini harus dinyatakan dalam laporan bersama-sama dengan :
          a. hasil efektif dari draft survey.
          b. hasil dari loaded survey – lightweight (dari dokumen kapal) –
              konstan (dari informasi Nakhoda).
Nakhoda harus menanda tangani pernyataan yang berhubungan dengan konstan yang telah di informasikannya.

CARGO LOSSES 

Sebab terjadinya Cargo Losses/kehilangn atau kerugian cargo dapat terjadi pada saat :
- Kegiatan muat/loading
- Pada saat transportation
- Kegiatan bongkar/ discharging








Pada saat Loading/transfer dapat menyebabkan cargo losses dikarenakan :
- Tumpahan Cargo
- Debu terbang (cargo halus)
- Peningkatan kelembaban
- Pengurangan ukuran
- Kontaminasi / bercampur dengan sisa muatan sebelumnya atau tanah
- Adanya sampling dan analisa
- Salah sampling (berpengaruh terhadap kualitas)
- Salah berat (mempengaruhi kuantitas)
- pengukuran tidak akurat
- keadaan cuaca yang kurang mendukung


Salah draught survey (mempengaruhi kuantitas)
- Salah membaca draft
- Salah perhitungan deductibles
- kesalahan hitung
- Absolute (salah) hidrostatik tabel
- Salah sampling dari air laut

Pada kegiatan transportasi :
- Peningkatan kelembaban
- Cargo tumpah
- Peningkatan suhu yang cepat
- Berlebihan emisi metana
- Kekurangan dalam pemuatan
- Bercampur dengan kargo sebelumnya
- Pengurangan ukuran

Pada kegiatan bongkar:
- kalibrasi yang tidak akurat
- kondisi cuaca
- kapal/ barge tidak stabil
- trim kapal/barge terlalu besar
- kesalahan pada draught survey
- sampling dan analisis

Cargo losses atau kehilangan cargo juga dapat disebabkan oleh faktor fisik :
- penguapan
- tumpahan atau kebocoran
- menumpahkan
- kejahatan/pencurian


ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN PADA DRAUGHT SURVEY

1. Draught reading Device at rough Sea condition :
Peralatan yang digunakan untuk melihat sarat kapal bila ada ombak besar
Untuk melakukan survey dalam keadaan ombak besar diperlukan alat khusus yaitu :
- tali polyphropelyne dia 8mm secukupnya
- selang plastik warna putih dia 19mm panjang 6-8 m
- selang plastik warna putih dia 12mm panjang 2 m
- besi pemberat
- lem plastik
- gabus berwarna sebagai pengapung




Cara menggunakan alat ini :
- tempatkan alat ini didekat marka sarat
- usahakan bahwa selang plastik dia 19mm ditengah-tengah dari garis air
- meski air dalam kondisi bergelombang, pengapung dalam selang dari alat ini akan tetap menunjukkan permukaan air dengan teliti










2. Design Water sampling device :
Alat pengambilan contoh air
Perlengkapan yang dibutuhkan
- Polyphropelyne
- Tabung stailess steel dia 14cm dan panjang 60cm
- besi pemberat 3,5 kg
Hindari pengambilan contoh air untuk pengukuran density di dekat keluarnya air pendingin mesin dari lambung kapal.







3. Sounding tape
Spesifikasi :
- pita (tape) panjang min 25 m
- bahan : stailess steel
- tebal 1mm
- pembagian jarak per 10 mm
- berat pemberat 400gr







4. Hydrometer dan tabung pembacaan
Alat pengukur berat jenis air dalam satuan Kg/ltr, dilengkapi dengan sertifikat test laboratorium yang diakui. Dan secara teratur diperiksakan/diterakan dengan hidrometer bersertifikat, sehingga diketahui koreksinya.







5. Water finding paste
Pasta yang digunakan untuk mendapatkan atau mengetahui pembacaan yang teliti dari tinggi cairan didalam tanki. Pasta ini adalah bahan yang dapat berubah warna menjadi merah bila terkena cairan. Dipergunakan dengan cara dioleskan pada sounding tape untuk mendapatkan pembacaan yang teliti.











6. - Kalkulator/laptop
- senter
- Binocular ; teropong untuk pembacaan skala draught
- buku catatan
- sarung tangan
- Pakaian safety, helmet, sepatu dll
Sumber : http://binagamarinesurveyor.blogspot.com/2011/07/pelaksanaan-draught-survey.html

Senin, 05 Desember 2011

PROSPEK SUMBERDAYA BATUBARA DI KABUPATEN KUTAI TIMUR BAGIAN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR


Tulisan ini bermaksud untuk memberikan informasi awal mengenai potensi endapan batubara di daerah Kabupaten Kutai Timur bagian Barat antara lain meliputi
penyebaran, sumberdaya, kualitas, dan factor faktor lainnya yang diperlukan dengan harapan nantinya dapat dilanjutkan dengan pengembangan .    

Wilayah Kabupaten Kutai Timur  bagian barat, provinsi Kalimantant Timur merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi endapan batubara yang menarik. Daerah ini secara geologi termasuk ke dalam Cekungan Kutai bagian Utara yang tersusun oleh seri batuan sedimen Tersier mulai Eosen hingga Mio-Pliosen. Stratigrafi daerah ini dari batuan tua ke muda adalah Formasi Marah, Formasi Batuayau,Formasi Wahau dan Formasi Balikpapna. Kegiatan tektonik pda Oligosen, Miosen dan Pliosen membentuk ketidakselaraan antara ketiga formasi terakhir.

Formasi pembawa batubara di daerah ini  adalah Formasi Batuayau, Formasi Wahau dan
Formasi Balikpapan. Lapisan-lapisan batubara secara umum terbentuk pada struktur lipatan khususnya inklin dengan arah sumbu Utara - Selatan sampaiTimurlaut – Barat daya.Terdapat dua hingga lima lapisan batubara utama denga ketebalan maksimum mencapai 26,80 m. 
Kualitas batubara pada ketiga formasi di daerah ini tidak memperlihatkan perbedaan yang
cukup signifikan.

Batubara Formasi Batuayau memiliki kandungan abu antara 2,26 – 9,37 % (adb) atau rata-rata 5,81% ,  Kandungan belerang antara 0,15 – 0,35 % (adb) atau rata-rata 0,21% dan Nilai Kalori antara 5100 -5620 kal/gr atau rata-rata 5440 kal/gr.

 Batubara Formasi Wahau memiliki kandungan abu antara 2,28-12,40% (adb) atau rata-rata 4,96%,   Kandungan belerang antara 0,11-0,45% (adb) atau rata-rata 0,17% dan Nilai Kalori antara 4870 -5595 kal/gr atau rata-rata 5375 kal/gr.

Batubara Formasi Balikpapan memiliki kandungan abu antara 3,28 – 5,21% (adb) atau rata-rata4,19 %,  Kandungan belerang antara 0,11 – 0,18% (adb) atau rata-rata 0,15% dan Nilai Kalori antara 5245 – 5665 kal/gr atau rata-rata 5540 kal/gr.

Sumberdaya batubara daerah ini dihitung sampai kedalaman 100 m dan batas ketebalan
batubara minimal 1,0 m adalah sekitar 2,371 milyar ton, dengan rincian 1,743 milyar ton dikategorikan sebagai sumber daya hipotetik dan 627,8 juta ton  sebagai sumber daya tereka. Endapan batubara di daerah ini dari segi sumber daya terhitung cukup besar dan dari segi kualitas tergolong batubara bersih dan ramah lingkungan namun salah satu kendala untuk  pemanfaatannya adalh mahalnya biaya transportasi karena lokasinya yang jauh dari pantai.  


 Batubara selama ini merupakan salah satu komoditi bahan galian yang telah banyak memberikan kontribusi dalam penerimaan devisa negara maupun peranannya dalam menggerakkan roda perekonomian nasional. Salah satu daerah penghasil batubara
yang cukup penting adalah Provinsi Kalimantan Timur. Provinsi ini sampai saat ini merupakan daerah dengan produksi batubara terbesar di Indonesia dan daerah nomor dua besar dalam hal potensi sumberdaya batubara.

Berbicara mengenai endapan batubara di Kalimantan Timur tidak terlepas dari keberadaan beberapa cekungan dan formasi pembawa batubara di daerah ini, salah satu
cekungan yang terpenting adalah Cekungan Kutai. Tulisan ini berusaha menampilkan
informasi mengenai prospek sumber daya batubara di salah satu wilayah di Provinsi
Kalimantan Timur, yaitu Kabupaten Kutai Timur bagian barat yang merupakan bagian dari Cekungan Kutai. Materinya sebagian besar merupakan rangkuman dari tiga kegiatan
inventarisasi batubara bersistem masing-masing di daerah Long Lees, Marah Haloq dan Long Nah, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.  Kegiatan tersebut
merupakan bagian dari program DIK-S batubara tahun anggaran 2005.


Daerah Long Lees, Marah Haloq, Long Nah dan sekitarnya secara administratif
menempati wilayah tiga kecamatan : Busang, Baturedi dan Muaraancalong, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Secara
geografis terletak antara :
  1. 116°30’00’’ - 116°45’00’’ BT dan  00°45’00’’-  01°00’00’’LS2. 116°45’00’’ - 117°00’00’’ BT dan
  2. 00°45’00’’ -01°00’00’’ LS
  3.  116°30’00’’ - 116°45’00’’ BT dan Daerah ini terletak lebih kurang 220 km ke arah Baratlaut kota Samarinda atau sekitar 200 km ke arah barat Sangata. Pencapaian lokasi dengan jalan darat yaitu melalui jalur Samarinda – Sebulu – Lokasi,  memakan waktu lebih kurang 6-7 jam


KEADAAN GEOLOGIS

Daerah Long Lees, Marah Haloq, Long Nah dan sekitarnya tertera pada peta geologi
Lembar Muaraancalong,  Kalimantan, skala 1 : 250.000 (Atmawinata, dkk, 1995). Daerah ini merupakan bagian dari Cekungan Kutai yang tersusun oleh seri batuan sedimen Tersier mulai Eosen hingga Pliosen. Pengendapan Tersier dipisahkan oleh tiga fase tektonik yaitu Oligosen, Miosen dan Pliosen. Batuan Tersier pengisi cekungan dari tua ke muda adalah Formasi Marah, Formasi Batuayau, Formasi Wahau dan Formasi Balikpapan. Endapan batubara ditemukan pada ketiga formasi terakhir 

 Tatanan Tektonik
Mengacu kepada konsep tektonik lempeng (Katili, 1978, dan Situmorang, 1982)
Cekungan Kutai di Kalimantan merupakan  cekungan busur belakang atau  back arch di
bagian barat yang terbentuk akibat tumbukan antara lempeng benua dan lempeng samudera. Peregangan di Selat Makassar sangat mempengaruhi pola pengendapan terutama pada bagian timur cekungan.

 Stratigrafi 
Cekungan Kutai terisi oleh seri batuan sedimen pengisi cekungan diperkirakan
mencapai tebal  sekitar 7500 m yang diendapkan mulai dari lingkungan delta, laut
dangkal hingga laut dalam. Sedimentasi yang terjadi mulai Eosen hingga Pliosen menghasilkan  seri batuan sedimen yang antara lain terdiri atas Formasi Marah, Formasi Batuayau, Formasi Wahau dan Formasi Balikpapan . Terjadi tiga proses tektonik pada Oligosen, Miosen dan Pliosen menyebabkan ketidakselarasan antara pengendapan Formasi Batuayau, Formasi Wahau dan Formasi Balikpapan.

 Formasi Marah merupakan formasi tertua pengisi cekungan pada Lembar muaraancalong. Formasi Marah tersusun oleh perselingan napal dan batulempung bersisipan batugamping. Formasi ini berumur Eosen Akhir dan diendapkan di lingkungan sublitoral dalam.

 Formasi Batuayau terletak selaras di atas Formasi Marah. Formasi ini umumnya tersusun oleh batupasir, atulumpur, batulanau dan  sedikit batugamping. Setempat terdapat sisipan batubara, lempung karbonan dan gampingan. Formasi ini berumur Eosen Akhir dan diendapkan di lingkungan delta hingga laut dangkal – terbuka.

Formasi Wahau menindih tak selaras Formasi Batuayau. Formasi ini tersusun oleh
perselingan batulempung, batupasir kuarsa, batupasir lempungan dan batulempung pasiran, setempat terdapat sisipan batubara.  Pada bagian bawah dari formasi ini disisipi oleh batugamping. Formasi ini diperkirakan berumur Miosen Tengah dan diendapkan di lingkungan laut dangkal – darat. Formasi Balikpapan diendapkan tak selaras di atas Formasi Wahau. Batuan penyusunnya terdiri atas batupasir kuarsa, batulempung bersisipan batulanau, serpih, batugamping dan batubara. Formasi ini berumur
Miosen Tengah dan diendapkan di lingkungan delta – litoral hingga laut dangkal.

Struktur
Struktur geologi yang berkembang pada Lembar Muaraancalong adalah struktur
sesar dan lipatan. Struktur sesar umumnya berarah Baratlaut – Tenggara dan Timurlaut –
Baratdaya, sedangkan lipatan berupa sinklin dan antiklin yang umumnya berarah hampir Utara – Selatan.

POTENSI ENDAPAN BATUBARA
Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu dari formasi pembawa batubara di daerah ini
adalah Formasi Batuayau (Eosen), Formasi Wahau (Oligo-Miosen) dan Formasi Balikpapan (Mio-Pliosen). 

 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian terdahulu adalah  sebagai berikut :
1. Daerah inventarisasi secara geologi termasuk ke dalam Cekungan Kutai yang
tersusun oleh seri batuan sedimen Tersier dari Formasi Marah, Formasi Batuayau,
Formasi Wahau dan Formai Balikpapan yg berumur mulai Eosen hingga Pliosen.
Tektonik pada Oligosen, Miosen dan Oliosen menyebabkan ketidakselarsan
antara Formasi Batuayau, Formasi Wahau dan Formasi Balikpapan.

2. Formasi pembawa batubara adalah Formasi Batuayau, Formasi Wahau dan
Formasi Balikpapan.

3. Terdapat dua sampai lima lapisan batubara dengan ketebalan maksimum mencapai
26,8 m

4. Kualitas batubara dicerminkan dengan kisaran kandungan abu (Ash, adb),
kandungan belerang(St, adb) dan nilai kalori (CV,adb) dan kisarannya untuk
masing-masing formasi adalah Formasi Batuayau : Ash 3,18-9,39%, St  0,17-
0,35%, CV 5100-5255 kal/gr. Formasi Wahau : Ash 2,58-6,11%, St 0,11-0,15%,
CV 5405-5510 kal/gr. Formasi Balikpapan : Ash 3,28-3,78 %, St 0,11-
0,18%, CV 5245-5500 kal/gr. Berdasarkan klasifikasi ASTM batubara di daerah ini digolongkan ke dalam Lignit.

5. Sumberdaya batubara dengan batasan kedalaman 100 m dan ketealan minimal
1,0 m adalah  sebesar  2,371 milyar ton yang terdiri atas sumberdaya hipotetik
1,743 juta ton dan  sumberdaya tereka sebesar 627,8 juta ton.

6. Daerah ini mempunyai potensi sumberdaya batubara tergolong cukup besar dengan kualitas batubara termasuk batubara bersih dan ramah lingkungan namun lokasinya yang jauh dari pantai menimbulkan kendala dalam mahalnya biaya transportasi


Ditulis Oleh : Dahlan Ibrahim 
SUBDIT BATUBARA Prov Kaltim
 

Minggu, 04 Desember 2011

CARA KERJA PLTU DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA



Seperti kita ketahui bahwa PLTU batu bara merupakan jenis pembangkit terbesar yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia (PLN) untuk mengatasi kekurangan pasokan listrik dan untuk mengurangi ketergantungan BBM pada PLTD (Diesel). Ini tercermin pada program percepatan listrik nasional tahap pertama dan kedua, walaupun porsinya dikurangi di tahap kedua.
Untuk itu, saya ingin menulis secara singkat sistem kerja PLTU batubara yang saya ketahui dan berdasar pada referensi. Prinsip kerja PLTU batubara secara umum dapat dilihat pada gambar diatas, silahkan klik gambar untuk memperjelas atau memperbesarnya.




Keterangan gambar :
1. Cooling tower
2. Cooling water pump
3. Transimission line 3 phase 
4. Transformer 3-phase
5. Generator Listrik 3-phase
6. Low pressure turbine
7. Boiler feed pump
8. Condenser
9. Intermediate pressure turbine
10. Steam governor valve
11. High pressure turbine
12. Deaerator
13. Feed heater
14. Conveyor batubara
15. Penampung batubara
16. Pemecah batubara
17. Tabung Boiler
18. Penampung abu batubara
19. Pemanas
20. Forced draught fan
21. Preheater
22. combustion air intake
23. Economizer
24. Air preheater
25. Precipitator
26. Induced air fan
27. Cerobong


Prinsip kerja PLTU batubara secara singkat adalah sebagai berikut :
1. Batubara dari luar dialirkan ke penampung batubara dengan conveyor (14) kemudian dihancurkan dengan the pulverized fuel mill (16) sehingga menjadi tepung batubara.

2. Kemudian batubara halus tersebut dicampur dengan udara panas (24) oleh forced draught fan (20) sehingga menjadi campuran udara panas dan bahan bakar (batu bara).

3. Dengan tekanan yang tinggi, campuran udara panas dan batu bara disemprotkan kedalam Boiler sehingga akan terbakar dengan cepat seperti semburan api.

4. Kemudian air dialirkan keatas melalui pipa yang ada dinding Boiler, air tersebut akan dimasak dan menjadi uap, dan uap tersebut dialirkan ke tabung boiler (17) untuk memisahkan uap dari air yang terbawa.

5. Selanjutnya uap dialirkan ke superheater(19) untuk melipatgandakan suhu dan tekanan uap hingga mencapai suhu 570°C dan tekanan sekitar 200 bar yang meyebabkan pipa ikut berpijar merah.

6. Uap dengan tekanan dan suhu yang tinggi inilah yang menjadi sumber tenaga turbin tekanan tinggi (11) yang merupakan turbin tingkat pertama dari 3 tingkatan.

7. Untuk mengatur turbin agar mencapai set point, kita dapat menyeting steam governor valve (10) secara manual maupun otomatis.

8. Suhu dan tekanan uap yang keluar dari Turbin tekanan tinggi (11) akan sangat berkurang drastis, untuk itu uap ini dialirkan kembali ke boiler re-heater (21) untuk meningkatkan suhu dan tekanannya kembali.

9. Uap yang sudah dipanaskan kembali tersebut digunakan sebagai penggerak turbin tingkat kedua atau disebut turbin tekanan sedang (9), dan keluarannya langsung digunakan untuk menggerakkan turbin tingkat 3 atau turbin tekanan rendah (6).

10. Uap keluaran dari turbin tingkat 3 mempunyai suhu sedikit diatas titik didih, sehingga perlu di alirkan ke condensor (8) agar menjadi air untuk dimasak ulang.

11. Air tersebut kemudian dialirkan melalui deaerator (12) oleh feed pump (7) untuk dimasak ulang. awalnya dipanaskan di feed heater (13) yang panasnya bersumber dari high pressure set, kemudian ke economiser (23) sebelum di kembalikan ke tabung boiler(17).

12. Sedangkan Air pendingin dari condensor akan di semprotkan kedalam cooling tower (1) , dan inilah yang meyebabkan timbulnya asap air pada cooling tower. kemudian air yang sudah agak dingin dipompa balik ke condensor sebagai air pendingin ulang.

13. Ketiga turbin di gabung dengan shaft yang sama dengan generator 3 phase (5), Generator ini kemudian membangkitkan listrik tegangan menengah ( 20-25 kV).

14. Dengan menggunakan transformer 3 phase (4) , tegangan dinaikkan menjadi tegangan tinggi berkisar 250-500 kV yang kemudian dialirkan ke sistem transmisi 3 phase.

15. Sedangkan gas buang dari boiler di isap oleh kipas pengisap(26) agar melewati electrostatic precipitator (25) untuk mengurangi polusi dan kemudian gas yg sudah disaring akan dibuang melalui cerobong (27)

Begitulah cerita singkat prinsip kerja PLTU batubara.
semoga bermanfaat


Sumber : http://energi-terbarukan-indonesia.blogspot.com/2009/01/pltu-batubara.html