Batubara di Indonesia merupakan salah satu andalan sumber energi alternatif di luar minyak dan gas bumi. Endapan batubara tersebar cukup luas di wilayah Indonesia. Salah satu wilayah yang dianggap mempunyai potensi batubara yang sangat besar adalah pulau Kalimantan.
Wilayah ini mengandung banyak sumberdaya batubara dengan ketebalan yang cukup bervariasi, terletak sampai kedalaman lebih dari 100 m, serta memiliki kemiringan yang tidak homogen.
Kondisi ini memperlihatkan gambaran keuntungan untuk ditambang dengan metode tambang bawah tanah. Pada beberapa tempat lapisan batubara ini berada di bawah wilayah kawasan lindung, yang tertutup bagi kemungkinan diusahakan dengan metode tambang terbuka.
Saat ini banyak sekali perusahaan-perusahaan batubara yang melakukan kegiatan eksplorasi di wilayah-wilayah ini, bahkan ada beberapa diantaranya telah melakukan kegiatan produksi.
Kalimantan Tengah misalnya. Daerah ini memiliki potensi pertambangan batu bara sekitar 3,5 miliar ton. Angka yang amat fantastis untuk bisa mengangkat kesejahteraan rakyatnya. Dari angka tersebut, diperkirakan ada sekitar satu miliar ton yang merupakan batubara pembuat kokas (cooking coal), yaitu jenis batubara terbaik dengan harga yang relatif tinggi.
Sejauh ini, batu bara terbaik hanya ada di wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Artinya, peluang untuk mengembangkan sektor pertambangan bagi Kalimanan Tengah, sangatlah besar.
Bayangkan saja, saat ini harga batu bara jenis kokas mencapai US$100 per ton, sementara harga batubara jenis termal US$60 per ton. Namun, pasar batu bara kokas masih terbatas, karena hanya menjadi konsumsi pabrik peleburan baja.
Di Kalimantan Tengah ada lebih dari 247 kuasa pertambangan (KP) batubara dan 15 pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Batu Bara (PKP2B). Sehingga perusahaan-perusahaan tambang tersebar di Kabupaten Murung Raya, Barito Utara, Barito Selatan, dan Barito Timur.
Daya Tarik Bagi Para Investor
Fenomena ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor. Semakin banyak para investor pertambangan nasional maupun lokal yang melirik potensi pertambangan batubara di kawasan tersebut (baca: Kalimantan). Sudah tercatat belasan perusahaan telah melakukan survei umum dan eksplorasi.
Penegasan itu dikemukakan Kepala Kantor Pertambangan dan Energi Kabupaten Sintang Drs Yanuar Hasma MM. Menurut Yanuar Hasma, prinsipnya semua invesrtor pertambangan batubara sudah cukup kuat berminat dalam berinvestasi dikawasan potensi tambang batubara dikawasan perbatasan Ketungau Tengah dan Hulu ini. Hanya saja soal transportasi yang masih menjadi keraguan sebab jika nantinya produksi maka akan menghadapi soal kesulitan transportasi untuk memasarkannya.
Tambang Dalam Batubara di Indonesia
Endapan batubara telah mulai ditambang di Indonesia sejak tahun 1849 di Pengaron, Kalimantan Timur oleh sebuah perusahaan swasta Belanda. Pada saat itu teknik penambangan yang dilakukan berupa tambang terbuka. Sedangkan tambang batubara bawah tanah baru dilakukan di daerah batubara Ombilin (Sumatera Barat) sejak tahun1892 oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Cara-cara tambang yang dilakukan pada masa itu berupa pengisian dengan pasir bercampur air (hydraulic sandfill). Walaupun teknik tambang bawah tanah ini telah lama ditinggalkan sejak berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda, namun penambangan batubara di Ombilin yang masih dilakukan hingga saat ini hanya tinggal penambangan bawah tanah.
Selain di Ombilin, tambang dalam juga pernah dilakukan di lapangan Suban/Pinang – Bukit Asam (Sumatera Selatan) serta di Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Akan tetapi dengan karakter batubara yang terdapat tidak jauh dari permukaan, pengusahaan batubara di Indonesia umumnya cenderung dilakukan secara tambang terbuka, mengingat kecilnya faktor resiko dengan keuntungan yang tinggi, walaupun harus mengabaikan dampak lingkungan yang diakibatkannya.
Potensi tambang dalam batubara Indonesia
Saat ini banyak sekali perusahaan-perusahaan batubara yang melakukan kegiatan eksplorasi di wilayah-wilayah ini, bahkan ada beberapa diantaranya telah melakukan kegiatan produksi.
Umumnya metode penambangan yang digunakan berupa tambang batubara terbuka, mengingat kedalaman dari endapan batubara yang sangat mudah ditambang dengan metode ini. Namun apabila dilihat dari data-data pemboran, ternyata di beberapa wiayah di Indonesia, endapan batubara terdapat sampai kedalaman di atas 100 meter, seperti yang terdapat di daerah Parambahan, Sumatera Barat (Cekungan Ombilin). Kondisi seperti ini juga diperkirakan terjadi juga di daerah Kalimantan Timur.
Beberapa eksplorasi di pulau Kalimantan menunjukkan bahwa ada sebagian wilayah yang memiliki endapan batubara yang cukup tebal, terdiri dari beberapa seam (multi seam), yang terdapat di bawah permukaan.
Pada beberapa tambang batubara di luar negeri, banyak terdapat kasus di mana pada lapisan batubara yang mempunyai kemiringan, pertama dilakukan penambangan terbuka sampai mencapai batas tersebut, dan setelah itu beralih ke penambangan bawah tanah. Hal seperti ini bukan tidak mungkin diterapkan pada tambang batubara di Indonesia, sehingga lahan bekas tambang yang sudah ditinggalkan dapat diusahakan kembali untuk tambang bawah tanah.
Kendala
Kendala dalam bisnis batubara terutama terletak pada transportasi hasil tambangnya. Persoalan tersebut tidak lepas dari kondisi infrastruktur transportasi angkutan hasil tambang yang masih sangat buruk. Akibatnya banyak pengusaha batubara yang mengeluh, karena 80% jalannya rusak. Padahal dalam sehari, rata-rata batubara yang diangkut minimal 120.000 ton.
Selain itu, banyak di daerah Kalimantan, terutama Kalimantan Tengah yang tidak memiliki pelabuhan batu bara yang memadai. Selama ini, hanya mengandalkan transportasi air sungai. Sehingga ketika musim kemarau tiba, sungai pun menyusut, akibatnya pengangkutan tambang yang berkapasitas besar sering mengalami penundaan.
Karena itulah, perlu dibangun infrastruktur rel kereta api serta pelabuhan batu bara, dengan harapan bisa mengangkut batu bara dalam skala besar. Rencananya, pemerintah setempat akan membangun rel KA untuk ruas Puruk Cuhu-Mangkatip sepanjang 250 km, peningkatan jalan eks hak pengusahaan hutan (HPH) Sungai Hanyu Mangkatip, pembangunan pelabuhan ekspor batu bara (dry port) di Desa Mangkatip, serta membangun pelabuhan di Bahaur Sungai Kahayan, Matalayur, Samuda di Sungai Mentaya, dan Teluk Siginton.
Yang jelas, dari tahun ke tahun jumlah batubara yang dieksploitasi semakin besar mengingat permintaan akan sumberdaya tersebut terus meningkat. Tentunya harus ada sinergi antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat untuk segera mengatasi kendala tersebut, mengingat porspek usaha tambang batubara masih sangat bagus. sumber berita dari bisnisukm.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar